Minggu, 17 April 2011

PENGARUH OTONOMI DAERAH TERHADAP PROFESIONALITAS KERJA PEJABAT DAERAH

Posted by ciptro smart Minggu, April 17, 2011, under | No comments


Kebijakan pemberlakuan otonomi membuat setiap daerah memiliki kewenangan yang cukup besar dalam mengambil keputusan yang dianggap sesuai. Terlebih dengan pemilihan kepala daerah (pilkada) secara langsung yang diselenggarakan sejak tahun 2005, membuat kepala daerah terpilih mendapat legitimasi lebih kuat, dibanding saat dipilih oleh anggota DPRD.
Tentunya kepala daerah hasil pilkada langsung ini membuahkan harapan yang cukup besar bagi masyarakat, yaitu kesejahteraan yang akan makin meningkat. Tetapi harapan tersebut ternyata tidak mudah untuk diwujudkan. Kekuatan visi & kompetensi kepala daerah terpilih menjadi salah satu penentu, di samping faktor-faktor lain. Tantangan terberat bagi kepala daerah terpilih adalah melaksanakan visi, misi, dan janji-janji semasa kampanye, yang hampir semuanya pasti baik.
Satu hal yang perlu kita cermati dari otoritas yang diberikan pusat kepada daerah adalah kewenangan para eksekutif daerah terutama kepala daerah untuk menunjuk individu guna memimpin lembaga tertentu di daerah. Kepala daerah dengan hak penuh bahkan dengan secarik memo bisa memecat dan merekomendasikan seseorang terhadap suatu jabatan sesuai dengan pertimbangannya terlepas dari objektifitasnya memandang faktor kelayakan. Perlakuan ini secara tidak langsung akan berdampak pada kinerja yang akan dihasilkan oleh daerah tersebut.
Biaya kampanye yang mahal dan pemilu yang digelar langsung dengan rakyat di daerah sebagai faktor penentu kemenangan seorang calon sangat besar peluang barter politik yang sarat dengan faktor kepentingan di dalamnya. Umumnya para pemimpin daerah yang memenangkan pemilu dari awal telah terbebani dengan aneka jenis pekerjaan rumah yang ditumpangkan oleh donator dana kampanye. Sektor-sektor yang berpengaruh di pemerintahan siap digantikan dengan orang-orang yang berjasa selama kampanye atau pun kerabat terdekat yang belum mendapatkan pekerjaan tetap.
Hal ini bukan rahasia umum lagi, akibat sistem barter seperti ini dan aroma nepotisme yang menusuk tajam, sangat memungkinkan faktor profesionalitas menjadi terabaikan dalam menunjuk orang menduduki suatu pekerjaan. Sehingga tidak jarang ditemukan di lapangan seorang kepala dinas pendidikan yang lulus fakultas pertanian, kepala BPKD yang sarjana kimia murni di suatu universitas swasta dan lain sebagainya. Ini semua tentunya akan berdampak pada kinerja mereka dalam menjalankan program-program untuk pengembangan daerah.
Jika kita memandang dari kacamata Islam, Rasullullah SAW pernah bersabda yang artinya “suatu pekerjaan jika tidak diserahkan pada ahlinya (orang yang profesional dibidangnya) maka tunggulah kehancuran”. Pernyataan ini dengan jelas menggambarkan jika faktor profesinalitas tidak dipertimbangkan lagi dalam menunjuk seseorang untuk mengemban amanah maka permasalahan yang dihadapi tidak akan pernah teratasi bahkan akan muncul masalah baru yang berdampak sistemik.

0 komentar:

Posting Komentar